PENYAKIT
KRONIK ….!!!
Kita tahu tiga jenis penyakit; penyakit hati,
penyakit jiwa, dan penyakit fizikal. Untuk membezakan penyakit fizikal dengan penyakit jiwa lebih mudah berbanding membezakan penyakit jiwa dengan penyakit hati. Walaupun demikian, ketiganya
memiliki persamaan. Apa pun yang ditimpa
oleh ketiga penyakit itu, ia tidak akan mampu menjalankan fungsinya dengan
baik.Di antara fungsi hati, menurut Imam Al-Ghazali, adalah untuk mendekatkan
diri kepada Allah s.w.t. Hati yang berpenyakit ditandai dengan tertutupnya mata
batin kita dari penglihatan-penglihatan ruhaniah.
Tanda-Tanda Penyakit Hati
Pertama, kehilangan cinta yang tulus. Orang yang menghidapi penyakit hati tidak akan mampu mencintai orang lain dengan ikhlas. Orang seperti itu agak susah untuk mencintai Nabi, apalagi mencintai Tuhan yang lebih abstrak. Kerana dia tidak boleh mencintai dengan tulus, dia juga tidak akan mendapat kecintaan yang tulus dari orang lain. Sekiranya ada yang mencintainya dengan tulus, dia akan curiga akan kecintaan itu.
Kedua, kehilangan ketenteraman dan ketenangan ruhani.
Tanda-Tanda Penyakit Hati
Pertama, kehilangan cinta yang tulus. Orang yang menghidapi penyakit hati tidak akan mampu mencintai orang lain dengan ikhlas. Orang seperti itu agak susah untuk mencintai Nabi, apalagi mencintai Tuhan yang lebih abstrak. Kerana dia tidak boleh mencintai dengan tulus, dia juga tidak akan mendapat kecintaan yang tulus dari orang lain. Sekiranya ada yang mencintainya dengan tulus, dia akan curiga akan kecintaan itu.
Kedua, kehilangan ketenteraman dan ketenangan ruhani.
Ketiga, memiliki hati dan mata yang keras. Penghidap penyakit hati
mempunyai mata yang sukar terharu dan hati yang susah tersentuh.
Keempat, kehilangan kekhusyukan
dalam ibadat.
Kelima, malas beribadat atau beramal.
Keenam,
senang melakukan dosa. Orang yang berpenyakit hati merasakan kebahagiaan dalam
melakukan dosa. Tidak ada perasaan bersalah yang mengganggu dirinya sama sekali.
Dalam
kitabnya Ihyâ `Ulûmuddîn, Al-Ghazali menyebutkan sebuah doa yang dibaca oleh
Nabi sallalahu alaihi wasalam isinya meminta agar kita diselamatkan dari
berbagai jenis penyakit hati: "Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu
yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata
yang tidak menangis, dan doa yang tidak diangkat."
Merujuk pada doa di atas, kita boleh menyimpulkan ciri-ciri orang yang berpenyakit hati sebagai berikut:
Pertama, memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang yang betul- betul takut kepada Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang yang berilmu. Jika ada orang yang berilmu tapi tidak takut kepada Allah, berarti dia memiliki ilmu yang tidak bermanfaat.
Merujuk pada doa di atas, kita boleh menyimpulkan ciri-ciri orang yang berpenyakit hati sebagai berikut:
Pertama, memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang yang betul- betul takut kepada Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang yang berilmu. Jika ada orang yang berilmu tapi tidak takut kepada Allah, berarti dia memiliki ilmu yang tidak bermanfaat.
Kedua, mempunyai hati
yang tidak khusyuk. Dalam menjalankan
ibadah, dia tidak mampu mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak boleh menikmati
ibadahnya. Ibadah menjadi sebuah kegiatan rutin yang tidak mempengaruhi
perilakunya sama sekali. Tanda lahiriah dari orang yang hatinya tidak khusyuk
adalah matanya susah
untuk mengalirkan air mata. Nabi saw menyebutnya sebagai jumûd al-`ain (mata
yang beku dan tidak bisa mencair).
Ketiga, memiliki nafsu
yang tidak pernah kenyang. Dia memendam impian yang tidak pernah habis, keinginan
yang terus menerus, serta keserakahan yang tidak pernah puas.
Adapun
ciri keempat dari orang yang berpenyakit hati adalah doanya tidak
diangkat dan didengar Tuhan.
Kaedah Merawat Penyakit Hati
Pertama , menurut Al-Ghazali, adalah dengan mencari guru yang mengetahui penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut, kita harus datang dengan segala kepasrahan. Kita tidak boleh tersinggung jika guru itu memberitahukan penyakit hati kita. Kita juga harus mencari guru yang lebih sedikit penyakit hatinya daripada diri kita sendiri.
Umar Ibn Al-Khattab berkata, "Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku."
Kedua, mendapatkan sahabat yang jujur. Sahabat adalah orang yang membenarkan bukan yang `membenar-benarkan' kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan kita, bukan yang menganggap apapun yang kita lakukan itu betul.
Ketiga, jika susah mendapatkan sahabat yang jujur, kita boleh mencari musuh dan mempertimbangkan ucapan-ucapan musuh tentang diri kita. Musuh dapat menunjukkan aib kita dengan lebih jujur berbanding sahabat kita sendiri.
Kaedah Merawat Penyakit Hati
Pertama , menurut Al-Ghazali, adalah dengan mencari guru yang mengetahui penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut, kita harus datang dengan segala kepasrahan. Kita tidak boleh tersinggung jika guru itu memberitahukan penyakit hati kita. Kita juga harus mencari guru yang lebih sedikit penyakit hatinya daripada diri kita sendiri.
Umar Ibn Al-Khattab berkata, "Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku."
Kedua, mendapatkan sahabat yang jujur. Sahabat adalah orang yang membenarkan bukan yang `membenar-benarkan' kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan kita, bukan yang menganggap apapun yang kita lakukan itu betul.
Ketiga, jika susah mendapatkan sahabat yang jujur, kita boleh mencari musuh dan mempertimbangkan ucapan-ucapan musuh tentang diri kita. Musuh dapat menunjukkan aib kita dengan lebih jujur berbanding sahabat kita sendiri.
Keempat, memperhatikan tingkahlaku orang lain yang buruk dan kita bayangkan akibat tingkahlaku tersebut pada diri kita. Dengan cara itu, kita tidak akan melakukan hal
yang sama. Hal ini sangat mudah karena kita lebih sering memperhatikan tingkahlaku orang lain yang buruk
daripada tingkahlaku buruk kita
sendiri.
Sebuah kisah dari Jalaluddin Rumi , di sebuah kota ada seorang pemuda yang menanam pohon berduri di tengah jalan. Gabenor kota sudah memperingatkannya agar memotong pohon berduri itu. Setiap kali diingatkan, orang itu selalu mengatakan bahwa dia akan memotongnya besok. Namun sehingga dia tua, pohon itu belum dipotong juga. Seiring dengan waktu, pohon berduri itu bertambah besar. Ia menutupi semua bagian jalan. Duri itu tidak saja melukai orang yang melalui jalan, tapi juga melukai pemiliknya. Orang tersebut sudah sangat tua. Ia menjadi amat lemah sehingga tidak mampu lagi untuk menebas pohon yang ia tanam sendiri.
Di akhir kisah itu Rumi memberikan nasihatnya, "Dalam hidup ini, kalian sudah banyak sekali menanam pohon berduri dalam hati kalian. Duri-duri itu bukan saja menusuk orang lain tapi juga dirimu sendiri. Ambillah kapak Haidar, potonglah seluruh duri itu sekarang sebelum kalian kehilangan tenaga sama sekali."
Sebuah kisah dari Jalaluddin Rumi , di sebuah kota ada seorang pemuda yang menanam pohon berduri di tengah jalan. Gabenor kota sudah memperingatkannya agar memotong pohon berduri itu. Setiap kali diingatkan, orang itu selalu mengatakan bahwa dia akan memotongnya besok. Namun sehingga dia tua, pohon itu belum dipotong juga. Seiring dengan waktu, pohon berduri itu bertambah besar. Ia menutupi semua bagian jalan. Duri itu tidak saja melukai orang yang melalui jalan, tapi juga melukai pemiliknya. Orang tersebut sudah sangat tua. Ia menjadi amat lemah sehingga tidak mampu lagi untuk menebas pohon yang ia tanam sendiri.
Di akhir kisah itu Rumi memberikan nasihatnya, "Dalam hidup ini, kalian sudah banyak sekali menanam pohon berduri dalam hati kalian. Duri-duri itu bukan saja menusuk orang lain tapi juga dirimu sendiri. Ambillah kapak Haidar, potonglah seluruh duri itu sekarang sebelum kalian kehilangan tenaga sama sekali."
Apa yang dimaksudkan Rumi dengan pohon berduri
dalam hati adalah penyakit- penyakit hati dalam ruh kita. Seiring dengan pertambahan usia, bertambah pula
kekuatannya. Tidak ada lagi waktu
yang lebih tepat untuk menebang pohon berduri di hati kita itu selain saat ini.
Esok hari, penyakit itu akan semakin kuat sementara tenaga kita bertambah
lemah. Tidak ada daya upaya kita untuk menghancurkannya.
-HEWI N9-